Maraknya anak-anak bermain sepatu roda
di malam Minggu dinilai mengganggu pengunjung alun-alun Situbondo. Berita dari
koran lokal beberapa waktu lalu.
Oleh Moh. Imron
Beberapa belakangan ini sejak awal 2017,
banyak anak-anak bermain sepatu roda di alun-alun Situbondo. Terutama ketika
malam Minggu. Mulai dari depan pendopo, trotoar, sekitaran monumen perahu,
depan lukisan relief, depan tulisan Situbondo; Kota Santri dll.
Kalau saya pribadi sangat senang sekali
dengan kehadiran anak-anak bermain sepatu roda. Apalagi hobi itu dimulai sejak
kecil. Seringkali saya mengamati antraksi mereka di malam Minggu. Keren
pokoknya. Bahkan setiap car free day Situbondo, sehabis senam sudah diadakan
lomba balap sepatu roda. Kalau lebih fokus ke antraksi mungkin lebih menantang
dan seru juga. Meskipun hanya sekedar lihat ibu-ibu, mbak-mbak senam di car
free day, rupanya juga bikin bahagia.
Di awal tahun 2015, saya baru tahu
kalau di Situbondo ada komunitas sepatu roda. Waktu itu saya melihatnya di
alun-alun. Namanya komunitasnya New Evolution Blades Situbondo (NEBS). Saya
punya temen remaja yang juga main sepatu roda. Apakah dia juga gabung di NEBS
atau punya komunitas lain, saya tidak tahu. Saya tidak pernah tanya-tanya. Tapi
cuma sapa-sapa biasa. Beberapa bulan kemudian teman saya itu jarang latihan
lagi. Terakhir ketemu, satu gigi depan atas, ompong. Barangkali ia terjatuh
saat main sepatu roda, atau kecelakaan. Kalau lihat anak-anak sekarang banyak
yang main sepatu roda, saya sebenarnya juga ingin beli, siapa tahu saya bisa
cepat move on.
Saat ini, monumen perahu sudah
direnovasi, sudah diberi pagar pembatas. Di sebelah barat dan timur monumen
perahu ada lampu yang menyoroti monumen perahu. Di sekeliling monumen juga
disediakan tempat duduk, kotak-kotak. Area ini juga sering ditempati anak main
sepatu roda. Menurut saya, area ini sudah lebih bagus dari sebelumnya. Jika
saya mengunjungi tempat ini, biasanya teringat sama mantan pacar. Dulu dia
pernah bilang begini.
“Kenapa di sini dibangun monumen
perahu?”
“Karena Situbondo termasuk kawasan
bahari.”
“Salah.”
“Yang betul?”
“Supaya aku bisa berlayar di hatimu.”
Kalau aku ingat itu, ya terkesan alay
sih. Tapi kalau waktu masih baru pacaran, rasanya gimana gitu.
Oh ya, saya pernah mendengar kalau
monumen perahu yang berwarna kuning emas dibuat oleh anak SMK 1 Panji,
entahlah! Aku masih belum mendapat informasi yang akurat, termasuk nama pembuatnya.
Bolehlah, kalau ada yang tahu, bisa komen.
Sementara itu, di utara monumen
perahu, dulunya tebing buatan, ada air terjun mini, patung bangau. Sekarang
sudah tidak ada. Saya pernah nonton video Ira Faramesti – Abantal Dada
menggunakan latar tempat itu.
Kita berlanjut ke lukisan relief
tentang agresi militer Belanda. Di depan lukisan ini sebelumnya; taman, banyak
tumbuh-tumbuhan. Kata Pak Muji, dulu patung letnan Nidin dan Soenardi berada di
sini. Dan dipindah ke depan kodim. Dan yang melukis relief adalah orang Curah
Jeru. Di bawah lukisan relif di sana ada tulisan bahwa Letnah Nidin wafat pada tanggal
15 Agustus 1947 dam di prasati kodim wafat pada 31 Agustus 1947. Mana yang
betul? Dalam hal ini bagi saya tidak begitu penting. Kalau mempelajari
perjuangannya, nah itu dia.
Sekarang sudah diganti rumput. Di
tengahnya ada plesteran. Tempat ini juga sering ditempati anak main sepatu
roda.Tampak indah. Nah, kalau dulu, di sekitar lukisan relief dan tebing, bau
pesing. Istilah maduranya, beunan paka’. Apalagi tempatnya redup. Rawan. Kalau
di alun-alun ada acara dangdut. Banyak yang kencing di sana. Meskipun ada
toilet, kan bayar. Masak orang-orang sebanyak itu mau kencing ke toilet semua?
Ya nggak lah. Males yang mau jalan. Apalagi toiletnya tidak full 24 jam, tentu
anak-anak muda cari tempat seadanya. Sebab, kencing bukan perasaan, tidak bisa
ditahan terlalu lama.
Kalau, saat ini (April 2017). Harga
kencing atau menabung emas di toilet (barat-utara alun-alun) harganya Rp. 2000.
Kencing dan menabung emas sekarang sudah dihargai Rp. 2000. Mungkin ada juga
orang yang eman dengan Rp. 2000. Ayolah, masyarakat dah bayar pajak. Gratisin
dong!
Di pojok pujasera (utara-timur) sudah
dibangun toilet umum. Semoga digratisin juga. Akan tetapi toiletnya masih belum
dibuka. Padahal bangunannya sudah selesai. Kalau lihat papan nama di depan
toilet, proyek itu dimulai bulan Juli 2016 dan selesai November 2016 dengan
anggaran Rp. 376.731.000.
Oh ya, ada yang ketinggalan. Beberapa bulan
lalu, saya sempat hunting foto bersama Situbondo Photography Ponsel. Di barat
dan timurnya air mancur depan tulisan Situbondo; Kota Santri, taman bunganya
bau pesing. Tapi sekarang kan udah sering hujan. Semoga saja hujan sudah
menghilangkan bau itu.
Tapi yang pasti,Situbondo sudah banyak kemajuan di bidang lain-lainnya. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar