Dimuat di Koran Harian Surya, Edisi 3 Desember 2016
BERKAH Hujan
adalah tema yang diusung dalam Festival Pariopo 2 pada 27-28 November
2016 di Dukuh Pariopo, Desa Bantal, Kecamatan Asembagus, Kabupaten
Situbondo.
Di
hari pertama, acara diawali dengan sarasehan budaya yang dipusatkan di dekat
Batu Tomang. Beralaskan tikar, sarasehan dihadiri para pemuda, komunitas,
budayawan lokal itu membahas tradisi atau ritual turun temurun Dukuh Pariopo yang
dianggap sakral.
Ketika
sore hampir habis, peserta memilih rehat sembari menikmati pesona keindahan
dari Bukit Pariopo.
Saat
gelap malam sempurna menutup Pariopo, warga mulai berdatangan, bersiap
menikmati kegembiraan yang ditawarkan panitia lewat pentas seni. Dangdutan
Madura dan Jawa disuguhkan untuk mereka.
Dilanjutkan
dengan penampilan Pa’beng Pariopo yang dikolaborasi dengan alat tiup
oleh Ali Gardy, seniman Situbondo dan Hewodn, asal Tuban.
Syair-syair
spontanitas ganti disuguhkan peserta. Dan malam itu acara ditutup dengan
diskusi dengan pelaku seni.
Pada
hari kedua, acara inti pujian Hodo digelar. Tradisi ini merupakan
salah satu ritual yang sampai saat ini diyakini dapat memanggil hujan,
sebagai bentuk memohon kepada Tuhan untuk kemakmuran petani dan pekebun.
Apalagi Pariopo merupakan perbukitan tandus.
Para
pelaku ritual menggunakan busana khas Pariopo lengkap dengan udeng
melekat di kepala, gelang janur melingkar di tangan. Sembari duduk melingkari
sesajen yang dihias dengan ancak. Ada musik tradisi, nyanyian, dan tari.
Mereka khusuk dengan caranya tersendiri dalam bemunajat dengan Tuhan.
Dedi,
pegiat teater Situbondo mengaku sangat terkesan dengan tradisi yang masih
terjaga di Pariopo. Menurutnya, dusun terpencil dengan topografi
perbukitan menyimpan khasanah keindahan alam, kultur, dan budayanya sendiri.
Ritual pujian
Hodo telah lama dilakoni warga setempat dan eksis tiap tahunnya. “Ketika
saya menyaksikan kearifan budaya Hodo, yang saya rasakan adalah hal kagum,
mistis, darah yang mendidih dan magnet luar biasa yang menarik saya untuk
menari dan mengikuti beberapa doa dari pujian Hodo,” imbuhnya.
Pengakuan
senada disampaikan Ariyanti, petualang asal Bondowoso, “sejak dimulai ritual
Hodo sekitar pukul dua hingga tiga sore, saya merinding. Baru setengah jam
ritual dilangsungkan, hujan besar langsung turun.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar