Maka kuletakkan benda berharga itu,
sebagai saksi bahwa aku pernah meninggalkan jejak dan menitip kenangan di acara
ini. Mereka menyebutnya Festival Argopuro.
Baiklah, akan aku ceritakan dengan
singkat...
Acara dan tempat Festival Argopuro
membuat aku terpukau ketika tiba di sana. Terlihat tulisan Argopuro yang
terbuat dari jerami di pintu gerbang serta panggung sederhana dengan background alam bertempat di Desa
Baderan Kecamatan Sumbermalang - Situbondo.
Terlintas dalam benak diri, apa yang
ingin aku berikan atau lakukan di acara ini?
Aku pun sibuk mencari tempat untuk
mendirikan tenda bersama rombongan Backpacker Situbondo, KPMS, FL, SB, dan Si
Ponsel.
Senja mulai takluk dipelukan malam. Sore
berganti gelap. Lampu panggung mulai bersinar termasuk wajah seseorang gadis
yang lewat di sampingku. Tapi aku tidak mengenalnya. Ia mirip seseorang yang
pernah mengisi hari-hariku. Dulu.
Malam itu, aku dapat menonton suguhan
musik hebat. Bahkan panitian memberi kesempatan padaku untuk berdeklamasi mewakili
rombongan. Senang sekali membaca puisi diiringi musisi lokal yang berkolaborasi
dengan luar negeri yang tergabung dalam Jaringan Festival Kampung Nusantara. Malam
yang menyenangkan, apalagi mengenal orang-orang baru, menikmati kopi dengan
bonus senyuman penjualnya. Di peraduan malam, tak lupa pula bermain domino dan
menghabiskan waktu dengan obrolan-obrolan konyol.
Dan aku tertidur.
###
Udara dingin memelukku. Tiba-tiba ia
membangunknku. Pandanganku tertuju pada lembah sungai. Tampak awan menggantung
di atas bukit yang hijau. Aku beranjak menyusuri sungai bersama keempat
kawanku. Hari sebelumnya, aku sudah berencana mandi di sungai itu.
Irama gemercik suara sungai dan tempat
yang tenang membuat suasana menjadi rileks. Aku menceburkan diri di sungai.
Rasanya aku merindukan masa kecil. Saat menginjak SMA pada tahun 2005, aku
sudah tidak melakukan hal seperti ini lagi di kampungku. Terutama ketika hujan.
Aku kembali ke tempat acara ketika
matahari mulai mengintip di balik bukit. Pemandangan Desa Sumbermalang memang
selalu menakjubkan.
Setiba di perkampungan penduduk. Perut
mulai berontak minta di isi. Beberapa kuliner di kampung ini telah aku nikmati.
Waktu berlalu begitu cepat.
Siang itu hujan mengguyur begitu deras,
meskipun tidak lama, sudah cukup membuat pakaian basah. Teman-teman rombongan
memilih untuk pulang.
Aku tidak bisa mengeja tentang tawa-tawa
yang mereka ciptakan selama di Desa Baderan ataupun ketika dalam perjalan
pulang pergi. Tak pernah kulupa.
Meskipun aku telah tiba di Situbondo,
tapi sebagian pikiranku tertinggal di sana. Sungguh berat meninggal kegiatan
itu yang hanya tinggal semalam. Saat itu, kupandangi keindahan alam bukit untuk
yang terakhir kali. Lalu mengalihkan pada panggung.
Pertanyaan itu muncul lagi.
Apa yang telah aku lakukan di sina?
Menikmati musik, berkenalan dengan
orang-orang baru, mengabadikan momen, obrolan yang tidak pernah ada habisnya.
menukar uang dengan secangkir kopi hitam dengan gelas plastik lengkap dengan
makanannya, tidur di alam terbuka, makan nasi dengan bergiliran, roti yang
diberikan sahabat, pemandangan yang menakjubkan, mengagumi perempuan-perempuan
cantik yang tak sempat berkenalan, dan banyak lainnya. Semuanya menjelma
menjadi kenangan.
Apa yang aku tinggalkan di sina?
Barangkali kencing di dekat sumber air
ketika malam dan tak ada orang yang melihatnya. Putung rokok yang telah dihisap
semalam. Sampah-sampah makanan yang dibuang pada tempatnya. Jejak-jejak kaki
yang telah mondar-mandir di sini. Tiba-tiba aku teringat tentang barang
berharga yang sengaja aku tinggalkan atas batu dekat sungai. Setidaknya ia
menjadi saksi bahwa aku pernah singgah di tempat itu. Celana dalam. []
Dokumentasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar