Mengeja Kenangan
Judul
|
: Jalan
Ini Rindu
|
Penulis
|
:
W.A.A. Ibrahimy
|
Interpretator
|
: D.
Zawawi Imron, Emha Ainun Najib, dll.
|
Penerbit
|
:
Ibrahimy Press
|
Tahun
terbit
|
: 2017
|
Jumlah
Halaman
|
: 169
halaman
|
ISBN
|
: 978-602-72659-8-1
|
Peresensi
|
: Moh.
Imron
|
Kenangan
adalah harta berharga yang bersemayam di masa lalu. Bukan hanya tentang pahit
manis, tapi juga sebagai cermin untuk introspeksi diri, menjadi guru, menjadi
sebuah pelajaran untuk pribadi yang lebih baik bagi siapapun. Terkadang kita
menyesal mengingat masa lalu yang membuat kita terpuruk. Terkadang pula kita
ingin mengulangi hal-hal indah di masa lalu. Akan tetapi waktu tidak bisa
berjalan mundur. Maka biarlah rindu yang merawat segala kenangan yang
berserakan. Bersama kenangan orang-orang terkasih; kedua orang tua, guru,
sahabat dan siapa saja yang pernah membuat hidup kita menjadi lebih berwarna.
Dalam
karya kumpulan 37 puisi KHR. Ahmad Azaim Ibrahimy, pengasuh pondok pesantren
Sukorejo Situbondo yang bejudul “Jalan Ini Rindu”, diinterpretasi oleh
penyair-penyair nasional, seperti D. Zawawi Imron, Emha Ainun Najib, dll,
sehingga membuat kita mudah memahami puisi.
Sumber : Kronologi KPMS |
Sebagai
makhluk sosial, kita tidak bisa hidup sendiri. Tetaplah berusaha menjaga hati,
rendah diri, tidak menyepelekan atau merendahkan makhluk lainnya.
Dan
biarkan lumpur-lumpur itu basah saja sampai jadi lempung
Dan biarkan lempung diolah sama air
Dan biarkan saja lempung itu dihembus sama angin
Dan biarkan saja lempung itu dibakar sama api
Jadi apa saja (halaman 10).
Sebagaimana
manusia dicipta, ada waktu, bentuk, dan ruang yang mengiringinya. Lempung bisa
diubah apa saja. Atap rumah misalnya yang fungsinya menaungi orang-orang di
bawahnya, padahal cuma lempung yang biasa diinjak dan tak diperhatikan. Namun
ia bisa berada lebih tinggi daripada yang biasa menginjaknya (halaman 11).
Hidup
didunia hanya sementara, pergunakan sebaik-baiknya. Bermanfaat bagi diri
sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa. Tentunya sesuai dengan kemampuan dan
bidang masing-masing.
Selama
orang hidup di dunia banyak berbuat kebajikan, amal jariah kepada orang lain,
niscahaya akan dikenang orang lain. Pada akhirnya akan kembali ke hadirat maha
kuasa (halam 75). Seperti dalam puisi “Maka, tanamlah kembali”, bahwa hidup
adalah menanam. Sebab tanpa menanam, kita tidak akan memetik. Dan, apa yang
kita petik tergantung apa yang kita tanam. Kalau yang kita tanam kebaikan, maka
kebaikan pula yang kita petik (halalam 114).
Hidup
adalah perjuangan, penuh duri, penuh luka. Semoga kita tidak pernah putus asa
terhadap rahmat-Nya. Berusaha menjadi pribadi yang lebih baik lagi dari apa
yang telah dibungkus oleh kenangan di masa lalu kita. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar