Matahari pun pergi dengan cara yang indah tidak seperti
mantan kekasihku.
Perlahan senja berganti malam. Aku mempersiapkan diri
untuk berangkat menyusul teman-teman yang sedang camping di salah satu pantai Desa Wonorejo. Sebenarnya sudah
dimulai sejak siang. Hanya saja aku sedang sibuk kerja. Aku berangkat pada
malam hari. Tak apa telat, yang penting bukan telat ngungkapin cinta.
Tanggal 16 Agusutus 2016 yang pekat. Malam itu, aku bersama
Susy. Sosok perempuan yang bisa dibilang saudara yang tiba-tiba sudah dewasa. Jadi, aku masih ingat ketika dia
kecil. Wajah masih polos, lugu, tidak manja, berbeda jauh kalau sekarang.
Kulanjukan motor dari arah kota. Menerobos hilir mudik kendaraan bermotor,
melewati toko-toko, rumah-rumah,
sawah-sawah, beberapa penerang lampu di pinggir kanan-kiri jalan yang beraneka
ragam. Sementara itu, Susy sedang sibuk mengabari Mbak Indah yang kebetulan
juga akan menyusul, hingga pada akhirnya sepakat bertemu di Taman Asembagus.
Aku pun sampai di Taman Asembagus. Aku bertemu Iman dan
kedua temannya sambil lalu menunggu Mbak Indah yang berada di masjid dan juga
Gian yang masih berada di rumahnya. Setelah berkumpul semua kami pun berangkat
bersama akan tetapi ketika memasuki perbatasan Banyuputih, kami pun berpencar.
Aku sibuk mencari pompa angin, ban motor kurang kenceng. Aku pun pinjam uang ke Gian Rp. 5.000 setelah dibayar
mendapat uang kembalian Rp. 2000 sementara Iman dkk sudah di depan.
Beberapa menit kemudian, ban motor bocor. Duh, apes sekali, sama seperti saat ke
Ijen beberapa bulan lalu. Untuk sementara Susy bonceng sama Gian dan mencari
tukang tambal ban. Tak begitu lama, aku pun berhenti di tempat tambal ban. Dan
kami bertiga duduk di kursi sebelah timur. Gian menawarkan rokok, dan susu
cokelat yang tadi dibeli di toko. Dan kami asyik berbincang-bincang. Sementara Susy
juga mengabari temen-temen yang berada di depan. Dan menunggu.
Sebelum rokok habis, tambal ban pun selesai dari dugaan,
yaitu sekitar 15 menit. Wah, cepat sekali. Gumamku dalam hati. Lupa kalau ini
bukan tambal hati yang luka, yang memakan waktu berhari-hari. Kata Gian tambal
bannya tidak menggunakan api, tapi setrika. Pantas saja.
Kami melanjutkan perjalan, kemudian Gian meminta berhenti
di indomaret untuk membeli bekal. Saat ingin membeli mie, dompet Susy hilang
dari tas. Setelah kupastikan dan dicari dengan teliti ternyata memang tidak
ada. Jadi waktu itu hanya Gian yang beli-beli. Dari cara ia bercerita,
kemungkinan dompetnya ketinggalan di tempat kerja. Susy pun galau, meskipun tak
segalau ketika kehilangan kekasihnya. Yang namanya kehilangan, ya pasti bikin gelisah.
Soalnya aku juga pernah mengalami. Itu memang menyebalkan.
Kami melanjutkan perjalanan. Sebelum memasuki alas
Baluran, kami bertemu kembali dengan Iman dkk. Kami berangkat dengan
berhati-hati, saling menjaga satu sama lain. Teman Iman memandu temen-teman
yang berada di belakang terutama pengendara yang kadang melewati jalur batas
jalan. Gerimis pun mulai turun, kami menghiraukannya. Kami berjalan lebih
hati-hati. Dan bersyukur langit tidak sedih lagi.
Tampak jelas pintu masuk Desa Wonorejo tertulis “Desa Wisata
Kebangsaan”. Meskipun aku orang Situbondo, tapi baru pertama kali masuk desa
ini. Desa Wisata Kebangsaan sudah diresmikan oleh pemerintah pada 2 Mei 2015,
jadi sebelumnya hanya tahu desa ini lewat media. Jadi, sekarang aku sudah
menginjakkan kaki di tempat ini. Tujuan kami Pantai Perengan.
Perjalanan menunuju Pantai Perengan, Dusun Pandean begitu
mudah. Sebab aspal begitu bagus, berbeda dengan aspal jalan di rumah yang sudah
beberapa tahun dilupakan. Pada akhirnya, aku pun tiba di pintu gerbang Pantai
Perengan. Lega rasanya. Di sana sudah disediakan parkir, dan juga ada beberapa
warung untuk sekedar ngopi dan segala macam.
Aku menuju tempat camping
yang berada di pinggir pantai. Aku langsung bersalaman termasuk teman-teman
yang bersama tadi. Ada yang tiba-tiba baper. Ah sial. Dan sepertinya mereka sedang asik berbincang-bincang. Aku
langsung duduk di tempat api yang sudah padam. Lalu menyalakannya.
Aku melanjut obrolan bersama-sama teman yang lain, ada
Emon sang mantan, sosok perempuan yang belajar tegar, Wahyu sang ketua yang
tegas, tapi tidak kalau urusan cinta, Fikri si petualang cilik, Ipul yang suka
menghindar dari kenyataan, Mbak Agustina sosok penyayang kepada siapapun, Monic
si perempuan manja tapi mandiri, Anita dan teman-teman yang lain yang tidak bisa aku
sebut dan masih terjebak dalam obrola-obrolan mereka. Dan juga ada beberapa yang masih belum kenal. Maklum, aku orangnya masih
pemalu. Jadi salam kenal ya. Kalau ketemu jangan lupa ajak ngobrol.
Tak lupa pula kepada Iman, sedang asik bernyanyi sambil
lalu memainkan gitar, mulai lagu barat, Indonesia, Madura, termasuk lagu
nasional. Di dekat api unggun kami bernyanyi dan bergembira bersama.
Bulan dan bintang masih mengintip di balik awan.
Sementara ombak terus menderu. Ada sesuatu yang mengganggu di pikirinku. Aku
mencoba pindah ke pintu gerbang, menyapa Mas Agung sosok yang separuh hatinya
untuk alam, sampai-sampai kekasihnya gak kebagian dan Mas Heri sang pengamat
masa lalu Situbondo, mereka sedang asyik karaokean. Tak lama kemudian aku kembali
lagi ke tenda.
Di sana, aku bertemu dengan Mas Aby Aryo sosok lelaki
yang gagah. Dia juga salah satu seseorang yang mempunyai peranan penting dengan
kemajuan pantai ini. Aku sempat bertanya-tanya tentang kondisi Pantai Perengan
dan kondisi masyarakat sekitar. Aku rasa beliau banyak memberikan info penting
tentang keadaan wisata Perengan. Menurutnya pantai ini mulai digagas sejak
Februari 2016 lalu. Sepertinya beliau begitu senang dengan kehadiran
teman-teman.
###
Dari info yang diceritakan teman-teman, siangnya telah
diadakan bersih sampah, pembuatan tanggul penahan abrasi Pantai Perengan. Sayangnya,
aku tidak bisa terlibat dalam kegiatan itu. Dari apa yang diceritakan
teman-teman mereka mempunyai semangat pemuda tentang pentingnya menjaga
kelestarian lingkungan. Mereka mempunyai impian yang tinggi terdahapat kemajuan
wisata Situbondo. Apa yang aku amati selama ini, jauh-jauh sebelumnya mereka
sudah sering melakukan aksi bersih-bersih sampah di berbagai wisata Situbondo.
Seperti yang kita lihat, tentang Wisata Desa Kebangsaan
oleh beberapa media menyebutkan bahwa desa tersebut sepi pengunjung, ada
beberapa wisatawan yang kecewa, ada yang bilang program tersebut gagal
berjalan. Nah sebagai warga
Situbondo, kita tidak harus menyoroti atau mengkritik pemerintah saja tanpa
adanya solusi atau tindakan.
Dengan ada kegiatan bakti sosial di Pantai Perengan oleh Backpacker
Situbondo dan warga sekitar yang bekerjasama dengan beberapa komunitas lain,
merupakan langkah yang bagus untuk memajukan Wisata Desa Kebangsaan. Bukan tidak mungkin, jika pantai Perengan
jika terus dikembangkan menjadi aset utama Desa Wonorejo. Ah sudahlah, lain-lainnya itu sih bukan urusanku. Hehe.
Dari obrolan santai, salah satu temanku juga mengatakan
kalau tadi siang Si Bob datang juga ke sini, tapi pulang duluan. Beberapa waktu
lalu Bob memang sudah bercerita, kalau dia akan ikut kegiatan bakti sosial dan
akan pulang duluan. Maklum sekarang dia lagi sibuk, banyak kegiatan di kampung
halaman dan komunitasnya yang semakin rumit. Termasuk urusan asmaranya.
Sesekali aku menyendiri, memperhatikan ombak yang terus
menderu. Seakan-akan ombak sedang risau. Barangkali ombak juga ingin bercerita
padaku. Apakah ini yang membuat pikiranku terganggu sejak tadi Sehingga dalam pikiranku terjadilah perbincangan
imajiner dengan ombak.
“Hei, Omba. Apa
yang membuatmu gelisah malam ini?”
“Ah, perasaanmu
saja kali. “
“Sudahlah ceritakan saja, aku juga gelisah. Barangkali
kita bisa sama-sama menghilangkan gelisah itu.”
“Hemm, gimana ya.”
“Aku gak kira cerita ke siapa-siapa kok.”
Ombak pun bercerita tentang kegelisahannya. Tiap lembaran
ombak yang ia hempas pada pantai mempunyai sebuah cerita. Hanya saja cerita itu
tak boleh aku bocorkan kepada siapa pun. Dari terakhir ceritanya ia memintaku
untuk menyentuhnya. Aku pun menuruti permintaanya.
“Sekarang giliranmu bercerita, apa yang membuatmu
gelisah?”
“Seseorang yang jauh di sana. Aku merindukan dia.”
“Sudahlah nikmati saja. Ingat kamu juga punya teman yang
bisa berbahagia sekarang ini. Semoga saja di lain waktu kamu cepat bertamu eh bertemu maksudnya. Oh ya, sana kamu
lanjutin dulu kegiatan sama teman-temannya.”
“Begitu ya? Ok deh. Terima kasih ya.”
$$$
Aku kembali berkumpul bersama teman-teman. Kebanyakan
mereka larut dalam cerita yang membawa perasaan. Kemudian Iman menceburkan
Wahyu yang saat itu sedang ulang tahun. Mau tidak mau, ya harus di terima oleh
Sang Ketua pada siangnya juga sudah dikerjain.
Acara berikutnya memasak daging ayam yang dibawa oleh
Iman, ada juga yang mebawa roti dan camilan.
Malam itu kami bersuka ria dengan cerita konyol, nyanyi bersama dan tertawa
bersama. Kegiatan kumpul seperti ini diakhir dengan makan bersama. Nasinya
habis. Pokoknya nikmat.
Melewati tengah malam, sebagian teman sudah ada yang
tidur lebih dahulu. Aku dan beberapa teman masih asik bercumbu dengan hangatnya
api. Tak memberi kesempatan pada dingin memelukku.
Dini hari ini, sudah memasuki tanggal 17 Agustus 2016,
hari kemerdekaan Indonesia. Bulan dan bintang-bintang mulai pamer keindahannya.
Aku mencoba merebahkan sejenak, memandangi keindanhan di angkasa. Suasana
seperti ini, aku jadi teringat ketika
masih SMA yang sedang melaksankan kegiatan kemah di Pantai Pasir Putih. Saat
itu, aku sedang bertugas emngamankan jalur lalu lintas. Pada malam harinya aku
tidur di pinggir pantai bersama deburan ombak. Saat ini, aku bersyukur bisa
mengulangi lagi. Meskipun di tempat yang berbeda.
Sekitar pukul 02.30 WIB. Mataku sudah mulai redup. Aku
pindah ke pohon waru sambil bersandar. Kebetulan di sana ada Ipul, Gian dan Susy,
yang juga belum tidur. Akan tetapi mereka tidak mengizinkan aku tidur. Dia menawarkan
rokok. Kemudian Fikri, Iman, Monic yang masih di dekat api unggun, mereka
pindah ke tempat kami. Jadi kami kembali berbincang-bincang, kemudian memesan 3
gelas kopi untuk melengkapi obrolan berikutnya.
Saat itu pula, kami cerita-cerita apa saja. Aku sedang
bercerita Perjuangan Si Kancil, mungkin di lain waktu aku bisa bercerita lagi.
Lalu dilanjut dengan nyanyi kebangsaan, dangdut, hingga pantun. Bahkan ada yang
bertanya padaku ketika api unggu mulai mati.
“Kenapa api panas?”
“Karena pacarku bersama orang lain.” Kami tertawa bersama.
Menjelang pagi ini, bulan pun terlelap, bintang-bintang
pun juga mulai lelah bersinar. Sementara ayat subuh mulai berkumandang. Kami
masih bertahan dengan mata yang sudah berat. Aku mengantuk. Aku ingin tidur. Aku
ingin terlelap bersama rindu yang sejak tadi menemani.
%%%
Pagi yang cerah, aku terbangun saat matahari mulai
meninggi. Padahal sebelumnya aku ingin menikmati sunrise. Tapi kata teman-teman ketutup awan. Aku pun beranjak
menuju kamar mandi. Beberapa teman mulai sibuk. Entah apa yang disibukkan. Aku tidak tahu.
Perut mulai lapar. Mas Agung dan Mas Heri sedang memasak
air untuk membuat kopi dengan bahan bakar spirtus dan kompor yang terbuat dari
kaleng. Sementara Gian yang suka mengutamakan kebutuhan teman lainnya sedang
sibuk membuat roti bakar. Selebihny,a aku hanya mengamati saja. Gian tidak
kalah sama penjual roti di alun-alun. Setelah membuat roti bakar, kemudian di
potong-potong dan dibagikan kepada teman-teman. Enak cuy.
Selanjutnya Gian memasak mie, aku pun ikut membantunya.
Kebetulan perutku sedang bernyanyi minta diisi termasuk Susy. Mungkin. Tak lama
kemudian, mie pun siap dihidangkan.
Beberapa rombongan datang dan berbaur dengan kami. Mereka
dari Granica Situbondo, salah dari mereka aku mengenalnya. Selanjutnya mereka
disambut dengan panitia dan saling bertukar informasi.
Di sela-sela kesibukan pagi itu, aku sempat menghampiri
Mas Irwan, sosok lelaki pemberani dan salah satu penjelajah yang berkaitan
dengan masa lalu. Ia bersama temannya dari FKPA sedang asik ngopi di warung. Aku
berbaur, mendengarkan mereka ngobrol.
Selang beberapa menit, upacara bendera akan segera
dimulai. Panitia membagi tugas kepada teman-teman. Bendera pun juga siap
dikibarkan. Upacara bendera dalam rangka HUT RI ke 71 dilaksanakan dengan
sederhana. Yang paling penting penghayatannya.
Hari ini adalah hari yang berbahagia bagi warga seluruh
Indonesua. Sebagai introspeksi untuk mengenang para pahlawan dan melanjutkan
perjuangan mereka. Dalam upacara, kami menyanyikan lagu Indonesia raya. Kemudian
dilanjut dengan sambutan staf Resort Perengan TN. Baluran. Antusias teman-teman
memang luar biasa. Sebab ini bukan hanya berbicara tentang komunitas, tapi
tentang sosial, solidaritas, gotong royong, semangat dan yang pasti tentang
kemanusian serta sebagai bentuk cinta tanah air.
Di Pantai Perengan, Pandean
Ombak menerpa dengan gelisah
Menyebar buih-buih kenangan
Panasnya matahari
Tak sepanas tembak
Yang menghantam para pahlawan
Di manakah kau berada?
Biarlah aku mengenangmu dengan air mata
Aku berdiri di sini
Ingin menjelma semangat juang
Yang bermandikan darah-darahmu
Merah Putih telah berkibar
Merah Putih telah berkibar
Desa Wonorejo, 17 Agustus 2016
Upacara selesai, dilanjut dengan ngobrol-ngobrol santai.
Sementara Iman masih setia dengan gitarnya kecuali pacar. Mungkin. Pagi itu dia
masih suka menyanyi lagu nasional. Menghibur teman-teman termasuk Mbak Agustina
yang saat itu sedang sibuk membuat minuman cokelat untuk menemani pagi yang
indah.
Dalam keadaan santai, aku juga menikmati keindahan pantai,
beberapa perahu berjejer rapi, kayak
mantenan, tak lupa pula pemandangan Gunung Baluran dengan awan yang
menggantung, sawah-sawah dengan beberapa buruh tani yang menjalankan aktivitasnya.
Sekitar pukul 10.00 WIB teman-teman sedang siap-siap packing. Semula rencananya akan
berangkat ke Candibang, akan tetapi diganti ke Wisata Bajulmati. Sekitar satu
jam kami sedang kemas-kemas, dan bersih sampah di sekitaran tenda.
Dengan diakhiri doa dan salaman, teman-teman beranjak meninggalkan
tempat. Akan tetapi aku tidak bisa ikut ke sana. Sebab jam 12 siang, aku ada
kepentingan di rumah. Sehingga aku dan Susy tidak bisa ikut. Sungguh aku sedih.
Mungkin Susy juga merasakan hal yang sama.
Perlahan aku mulai meninggalkan Desa kebangsaan. Dengan
perasaan yang masih kurang puas. Tapi tak apa, semoga di lain waktu bisa
berkumpul lagi. Siang itu perlahan aku menerobos alas Baluran. Sungguh berat
meninggalkan teman-teman. Saat melewati curah tangis, jadi ingin menangis. Tapi
gak jadi, soalnya malu sama monyet-monyet yang nongkrong di pinggir jalan.
Takut diketawain.
Setelah melewati alas Baluran, bahan bakar motor mulai
kritis. Aku mencari pom. Akan tetapi uangku tinggal Rp. 7.000. Yang ada hanya
pertamax, setelah ditanya sama petugas pom mau mengisi berapa, aku jawab tujuh
ribu. Akan tetapi pengisian pertamax minimal 1 liter yaitu Rp. 7.450. Waduh,
hatiku bergumam. Untungnya tidak ada pembeli lain. Lalu aku bercerita kalau
sedang kritis menuju pulang. Aku mencoba cari uang di saku barangkali ada uang
Rp. 500 akan tetapi tetap tidak ada. Aku coba cari di tas dengan teliti. Untungnya
ada. Akhirnya aku dapat mengisi bahan bakar motor.
Aku pun pulang ke rumah kebetulan Susy juga mau ke
saudaranya di dekat rumah. Dengan perasaan lega meskipun sedikit capek tapi aku
merasa puas. Hari yang lelah tapi mengesankan. Sampai jumpa lagi teman-teman
dan terima kasih buat semuanya.
Untuk mengakhiri tulisan ini. Aku cuma mau mengungkapkan
kekecewan pada panitia. Waktu pulang seharusnya mereka berhenti dulu di Museum
Kebangsaan. Ah sayang sekali mereka lupa, mereka terburu-buru menuju Wisata
Bajulmati. Seluruh anggota yang ikut semestinya datang ke Museum. Seperti;
perasaan, masa lalu, hati, luka, kenangan, kesedihan, galau bisa dimuseumkan di
sana. Seharusnya begitu.
Tamat.
^^^
NB : Salam satu bersih
Upacara bendera dalam rangka memperingati HUT Kemerdekaan
RI Ke-71, bhakti sosial pembuatan tanggul dan bersih-bersih Pantai Perengan,
Pandean Wonorejo, Banyuputih Situbondo berjalan lancar. Terima kasih kepada Taman
Nasional Baluran. Post Perengan Pandean, Karang Taruna Wonorejo, Backpacker
Indonesia, Wanadri, LSM Lingkungan Hidup Indonesia Green, Slankers Fans Club
Situbondo, Kompas (Komunitas Pecinta Alam Arek Surabaya), Granica Situbondo, KKN
Universitas Jember, KPMS, Suara Jatim Post, LSM Wirabumi, SWAT Situbondo, FKPA,
Masyarakat Kampung Pandean dan seluruh pihak yang terkait dalam kegiatan
tersebut.
Dokumentasi oleh Panitia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar